Lampung Selatan, – Ironi terjadi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan.
Seorang staf kantor Kelurahan Way Lubuk, Kecamatan Kalianda, berinisial AS, yang diketahui lolos dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2025, justru ditangkap aparat Polres Lampung Selatan karena mengonsumsi narkotika jenis sabu.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar tentang fungsi pembinaan dan pengawasan dari Lurah Way Lubuk, Heru Junaidi, S.I.P., yang menjadi atasan langsung AS.
Dalam penelusuran yang dilakukan awak media, Heru justru terkesan defensif dan tidak kooperatif saat dikonfirmasi terkait dugaan keterlibatan bawahannya itu, bahkan sempat menjawab dengan nada tinggi.
“Kalau ditanya staf, ya betul dia staf kelurahan. Kalau dikatakan nggak pernah ngantor, ya mungkin nggak semua betul. Yang tahu kan yang punya rumah,” ujar Heru dengan nada tinggi ketika ditemui di kantor kelurahan, Selasa (7/10/2025).
Sikap ini dinilai publik sebagai bentuk arogansi pejabat publik yang gagal memahami tanggung jawab moralnya dalam menjaga integritas aparatur di tingkat kelurahan.
Lebih jauh, Heru juga sempat menyebut bahwa AS “masih aktif” bekerja dalam beberapa bulan terakhir.
Namun anehnya, berkas administrasi AS untuk seleksi PPPK sudah lebih dulu dikirim ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Fakta ini memperkuat dugaan adanya kelalaian administratif dan lemahnya kontrol internal di lingkungan kelurahan Way Lubuk.
Di akhir pernyataannya, Heru mengaku akan mendatangi BKD untuk mengajukan penangguhan terhadap proses kelolosan AS sebagai peserta PPPK, namun langkah tersebut justru menimbulkan pertanyaan: mengapa tindakan baru diambil setelah kasusnya mencuat ke publik?
Kejadian ini bukan hanya mencoreng nama baik kelurahan Way Lubuk, tetapi juga menodai upaya Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan di bawah kepemimpinan Bupati Radityo Egi Pratama yang tengah gencar menegakkan disiplin dan integritas ASN.
Dalam apel mingguan, Sekretaris Daerah Supriyanto menegaskan bahwa ASN adalah wajah negara yang wajib menjaga etika, disiplin, dan integritas di hadapan masyarakat.
Sayangnya, nilai-nilai tersebut tampak tidak tercermin dalam kepemimpinan Lurah Way Lubuk.
Sebagai pejabat publik yang memiliki tugas pokok membina, mengawasi, dan memastikan tata kelola pemerintahan berjalan sesuai aturan, Heru Junaidi justru dinilai lemah dalam pengawasan, lamban bertindak, dan gagal memberi teladan.
Masyarakat berharap agar Inspektorat Kabupaten Lampung Selatan segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Lurah Way Lubuk, termasuk kemungkinan adanya pembiaran terhadap perilaku tidak disiplin bawahannya.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pejabat di tingkat kelurahan agar tidak menutup mata terhadap penyimpangan di lingkungannya, terlebih saat pemerintah daerah tengah berupaya menciptakan aparatur yang bersih, profesional, dan berintegritas.